Di sekolah Kristen, pendidikan bukan hanya soal angka, tetapi juga tentang memahami dan mengapresiasi perjalanan unik setiap anak. Sering kali orang tua dan guru terbiasa menilai keberhasilan dari nilai semata, padahal anak sedang berusaha menunjukkan kemajuan lewat proses. Ketika anak dianggap malas, bisa jadi sebenarnya ia sedang bingung dan tidak tahu harus mulai dari mana. Alih-alih menuntut tanpa henti, yang paling dibutuhkan anak adalah apresiasi dan pendampingan.
Mendengarkan adalah salah satu bentuk kasih terbesar. Banyak anak disuruh untuk mendengar, tetapi jarang ditanya bagaimana perasaan mereka. Sekolah Kristen mengajarkan bahwa apresiasi dimulai dari empati—menyadari bahwa setiap anak memiliki ritme, tantangan, dan cara belajar masing-masing. Menemani anak dalam perjalanan ini jauh lebih bermakna daripada sekadar menuntut kesempurnaan.
Orang tua dan guru dipanggil untuk berjalan bersama anak, bukan memaksakan keinginan sendiri, tetapi membantu anak menemukan jalannya. Apresiasi bukan berarti menurunkan standar, melainkan memberikan keberanian untuk bangkit setelah gagal, motivasi untuk terus mencoba, dan keyakinan bahwa mereka dihargai lebih dari sekadar prestasi akademik.
Langkah praktis untuk mengapresiasi anak bisa dimulai dengan mendengarkan tanpa cepat menghakimi, bertanya yang membuka ruang berbagi, serta memberikan perhatian penuh baik waktu maupun kehadiran. Hal-hal kecil seperti mengakui usaha, merayakan kemajuan, dan mendorong ketekunan dapat membentuk karakter dan rasa percaya diri anak.
Pada inti pendidikan Kristen terdapat keyakinan bahwa setiap anak adalah ciptaan Tuhan yang unik. Sekolah Kristen tidak hanya menumbuhkan kecerdasan akademik tetapi juga iman, nilai, dan kesadaran diri. Dengan mengapresiasi anak secara tulus, orang tua dan guru mencerminkan kasih Tuhan dan menciptakan lingkungan di mana anak dapat bertumbuh secara holistik.
Dapatkan informasi lebih lanjut mengenai Sekolah Kristen IPEKA di sini.